Bung Hatta |
Ali Sadikin terhenyak mendengar kabar itu. Orang sekelas mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta, tidak mampu membayar iuran air PAM. Saking kecilnya uang pensiun, Bung Hatta juga kesulitan membayar listrik dan uang pajak dan bangunan.
Gubernur legendaris Jakarta itu terharu melihat kondisi Bung Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah di hari tua.
"Begitu sederhananya hidup pemimpin kita pada waktu itu," kata Bang Ali terharu. Hal itu dikisahkan Bang Ali dalam biografinya Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis Ramadhan KH.
Bang Ali tak cuma terharu, dia langsung bergerak. Sang Letnan Jenderal Marinir itu melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai warga kota utama. Dengan begitu, Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB.
DPRD setuju. Pemerintah Pusat juga memberikan sejumlah bantuan, di antaranya bebas bayar listrik.
Ironis memang, seorang proklamator, mantan wakil presiden, mantan perdana menteri dan seorang Bapak Bangsa Indonesia sampai tidak punya uang untuk membayar listrik dan air. Tapi itulah kejujuran seorang Mohammad Hatta. Padahal jika mau main proyek, Hatta tentu bisa kaya tujuh turunan macam pejabat bermental bandit.
Banyak kisah kesederhanaan Hatta yang bisa membuat air mata meleleh. Saat Bung Hatta tak bisa membelikan mesin jahit untuk istrinya karena kekurangan uang. Atau sepatu Bally yang tak pernah bisa terbeli hingga akhir hayatnya. Guntingan iklan sepatu itu masih tersimpan rapi di perpustakaannya. Namun sepatunya tak sanggup terbeli oleh sang proklamator.
Hatta tak meninggalkan banyak uang. Dia mewariskan keteladanan untuk Bangsa ini. Keteladanan yang kini makin jauh dengan perilaku korup para pejabat negara.